Di balik Layar

Pernah merasakan berakting dalam film layar lebar, ternyata tidak cukup memberikan kepuasan bagi sejumlah selebriti Tanah Air. Mereka bahkan mulai mencoba menggeluti tantangan memproduseri dan menyutradarai sebuah film layar lebar.

Terjun ke dalam dunia balik layar, bagi sejumlah selebritas menjadi suatu tantangan besar. Beberapa di antara mereka bahkan sukses membuat film layar lebar dan karyanya mendapat pujian. Siapa sajakah mereka para artis yang berani menantang kerasnya profesi di balik layar?

Wulan Guritno
Wulan Guritno berhasil menunjukkan pada masyarakat Indonesia, bahwa ia tak hanya pandai berakting, namun ia juga sukses memproduksi film layar lebar. Belum lama ini film garapannya, menang dalam ajang bergengsi dunia. Film ‘Dilema’ yang digarap Wulan bersama suaminya, Adilla Dimitri menyabet penghargaan Best Feature Film dalam DetectiveFEST di Moscow, 28 April 2012.

Detective Festival merupakan ajang penghargaan bagi film dan program televisi yang berhubungan dengan hukum dan kehidupan sosial. Festival tersebut diselenggarakan di Rusia setiap tahun. “Alhamdulilah Indonesia, kita menang melawan negara-negara-negara lain,” kata Wulan dalam akun twitternya.

Dalam pesan BlackBerry Messenger, Wulan juga mengatakatan bahwa ‘Dilema’ menang melawan film-film dari Inggris, Lithuania, Portugal, Jerman, Itali, Republik Ceko, Iran, China, Selandia Baru, Bulgaria, Turki, Argentina, dan Rusia.

Film ‘Dilema’ diproduseri Wulan Guritno dan Adilla Dimitri. Film ini menyajikan lima cerita dan masing-masing digarap oleh sutradara yang berbeda. Selain dibintangi Reza Rahadian, film yang dirilis pada 23 Februari ini juga melibatkan banyak aktor dan aktris, seperti Slamet Rahardjo, Sony Wibisono, Jajang C Noor, Roy Marteen, Pevita Pearce, dan Winky Wiryawan.

‘Dilema’ bercerita tentang sisi gelap kota Jakarta, di mana orang-orangnya menghadapi masalah rumit dan saling terkait satu dengan lainnya. Ada masalah perjudian, seks, mafia, ormas hingga korupsi.

Menangnya ‘Dilema’ dalam festival bergengsi ini melengkapi bangkitnya perfilman Indonesia.
Prisia Nasution

Pemeran Utama Wanita Terbaik dalam ajang FFI ini tak mau kalah dengan Wulan Guritno. Ia pun tertarik memberanikan diri menggeluti profesi di balik layar.

Saat ini ia ternyata sedang mempersiapkan film panjang pertamanya. Filmnya, berkisah mengenai wanita tuna rungu.

“Lagi proses persiapan bikin film panjang untuk di bioskop. Tentang perempuan tuna rungu. Aku jadi produser,” ujar Prisia.

Ia juga mengatakan, sudah cukup lama tertarik mencoba membuat cerita dan film-film pendek. “Masih nulis iseng-iseng sendirian. Coba bikin film pendek sendiri, terapannya yang sedang saya pikirkan, belum mikirin komersilnya,” ujarnya.

Sebelumnya, ia juga mengaku pernah memproduksi beberapa film pendek dengan modal sendiri.Namun sayang, karyanya terkendala masalah biaya.

“Kemarin pakai budget sendiri belum dipikirkan mau dikomersilin. Lumayan tekor, tapi itu bagian dari pembelajaran,” kata aktris yang berperan sebagai Srintil dalam film Sang Penari itu.
Luna Maya

Setelah sukses menyutradarai video klip musik, Luna Maya kembali mencoba peruntungan sebagai seorang sutradara film layar lebar. Meski dibantu oleh dua rekannya, Sigi Wimala dan Ilya Sigma, artis kelahiran 26 Agustus 1983 ini mengaku serius menggeluti profesi barunya.

Menjadi sutradara film untuk pertama kalinya diakui Luna memang sempat membuat dirinya gugup.

“Ibaratnya kapal kita yang mengatur nih nahkodanya. Buat kapalnya berjalan dengan benar dan nggak ada hambatan,” ujar Luna Maya.

Luna,bersama dengan Sigi, dan Ilya pun sepakat membuat film omnibus atau film anthology (film yang terdiri dari beberapa film pendek yang diikat bersama oleh hanya satu tema, premis, atau peristiwa). Film berjudul ‘Pintu Harmonika’ garapan mereka terdiri dari tiga film, yakni ‘Skors’ (Luna Maya), ‘Piano’ (Sigi), dan ‘Otot’ (Ilya).

“Tadinya mau lima nama sangat dikenal. Akhirnya aku nggak mau pilih-pilih nama lagi. Aku cari bagaimana nggak terkesan omnibus. Tiga genre ini lebih sering ditonton orang Indonesia. Buat anak-anak nggak terlalu horor. Thriller juga nggak terlalu horor,” ucapnya.

Lola Amaria

Terjun di dunia balik layar, sudah cukup lama digeluti oleh artis cantik, Lola Amaria. Ia pernah menyutradarai film ‘Minggu Pagi di Victora Park’ yang menceritakan tentang kisah TKI di Hong Kong. Di film ini, ia juga berperan sebagai pemain utama wanitanya. Tahun 2010 lalu, film ini ramai diperbincangkan.

Tak lama lagi, Lola juga akan menggarap film ‘Sanubari Jakarta’ yang menceritakan kehidupan komunitas lesbian, gay, biseksual, dan transgender yang dikemas dalam sebuah film omnibus. Film ini disutradarai 10 anak muda berbakat. Sebagai produser, Lola mengaku tak takut diprotes.

“Bukan masalah tabu, tapi ini ada di Indonesia terutama Jakarta. Ini local content, tapi international issue. Artinya di belahan dunia manapun mereka itu ada. Jadi saya hanya mengangkat realitas di sini,” kata Lola saat ditemui PPHUI, Kuningan, Jakarta Selatan.

Film ini merupakan kumpulan dari kisah nyata yang terjadi di Jakarta yang berisi 10 kisah masing-masing berdurasi 10 menit. Lola ingin menyampaikan pesan kepada masyarakat untuk saling menghargai perbedaan yang ada.

Marcella Zalianty

Menggeluti dunia balik layar menjadi pengalaman baru buat Marcella Zalianty. Ia tertarik menggarap proyek film omnibus yang diambil dari novel karya Dewi Lestari, “Recto Verso,”.

Terjun di dunia balik layar, Marcella pun memilih bertindak sebagai produser sekaligus sutradara. Ia membesut “Malaikat Juga Tahu”. Marcella mendaulat Lukman Sardi sebagai seorang yang menderita autisme. Dalam video klip lagu itu yang dinyanyikan Dewi Lestari, Lukman juga yang menjadi modelnya.

Selain Marcella, difilm produksinya, ada 4 sutradara lain yang membantunya, termasuk Rachel Maryam, Cathy Sharon, Olga Lydia, dan Happy Salma yang mempunyai sub judul berbeda-beda. Antara lain “Firasat”, “Curhat Buat Sahabat”, “Hanya Isyarat”, dan “Cicak di Dinding.”

Leave a comment